Pada Oktober 2022, media sosial Indonesia diramaikan oleh cerita tragis seorang mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diduga bunuh diri akibat tekanan mental. Isu ini viral, disambut curhatan ribuan netizen tentang tekanan hidup, kampus yang tidak peduli, dan sistem pendidikan yang mengabaikan kondisi psikologis mahasiswanya. Andai sejak awal sinyal keresahan itu terdeteksi melalui digital listening tools, mungkin respons cepat bisa dilakukan sebelum krisis ini menjadi publik. Dalam hitungan jam, tagar #MentalHealth, #MahasiswaButuhDidengar, dan #TolongKami menggema di Twitter dan Instagram. Namun, sebagaimana banyak isu yang cepat reda, pemerintah dan otoritas kampus baru merespons setelah viral, bukan saat sinyal awal keresahan muncul.

Kejadian ini bukan pertama. Kasus depresi di kalangan pelajar, guru, bahkan ASN sering menjadi trending sesaat, namun berakhir tanpa pendekatan sistematis. Padahal, sinyal keresahan itu muncul jauh sebelum kejadian mencuat. Yang kurang hanyalah alat untuk mendengarkan lebih dini.

Digital Listening Tools: Sudahkan Pemerintah Sadar Akan Isu Kesehatan Mental Ini?

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2023, 9 dari 100 orang Indonesia mengalami gangguan psikologis. Namun, hanya 9% dari mereka yang mengakses layanan konseling. Terdapat beberapa alasan yang sering dikeluarkan masyarakat terhadap layanan konseling, seperti alasan terbanyak yaitu takutnya akan stigma, tidak percaya layanan pemerintah dan merasa tidak akan betulan didengar. Dengan adanya alasan-alasan seperti tersebut, inilah titik penting peran digital listening tools bagi pemerintah. Pemerintah tidak perlu lagi menunggu masyarakat datang mengadu terkait mental health. 

Pemerintah Perlu Digital Listening Tools

Digital listening tools adalah teknologi yang memungkinkan institusi/pemerintahan untuk mendengarkan percakapan publik di berbagai platform digital, mulai dari sosial media, forum, blog, ulasan aplikasi hingga situs berita. Penggunaan alat ini bukan hanya sekedar mencatat jumlah kata atau tren, tetapi juga mampu menganalisis sentimen dan emosi dari ribuan pertanyaan masyarakat secara real-time. Digital listening tools harus menjadi sebuah kebutuhan yang penting ditengah masifnya keluhan publik terhadap sebuah isu terutama mental health yang disampaikan secara digital. Institusi/pemerintahan dapat memanfaatkan digital listening tools untuk beberapa hal, seperti:

  1. Memetakan keresahan masyarakat soal pelayanan publik

  2. Mendeteksi kecenderungan krisis psikologi di segmen tertentu seperti, pelajar, guru, buruh, dan lain-lainnya.

  3. Menyusun kebijakan berbasis kebutuhan emosional masyarakat.

Baca Juga: Cara Ketahui Trending Topic di Internet dengan Digital Listening Tools

Ripple10: Digital Listening Tools Lokal untuk Suara yang Terlupakan

Sebagai produk digital listening tools buatan Indonesia, Ripple10 milik Ivosights memiliki beberapa keunggulan dalam memahami konteks lokal seperti penggunaan kalimat yang ambigu, penggunaan kalimat slang serta kalimat sarkasme.  Hal inilah yang membedakan dari tools buatan asing. Selain itu, Ripple10 juga menyediakan fitur sentimen AI Analisis yang mampu:

Memantau apakah percakapan publik bernada positif, negatif, atau netral secara langsung dan otomatis.

Menganalisis emosi mendalam seperti marah, takut, sedih, atau senang berdasarkan teori psikologi modern.

Menemukan topik yang berpotensi memicu keresahan publik dan memberikan sinyal dini agar bisa direspons cepat.

Mengetahui siapa yang memulai atau menyebarkan isu serta seberapa luas jangkauan pengaruhnya.

Menyajikan data dalam bentuk visual seperti grafik, peta, dan diagram untuk memudahkan analisis cepat dan akurat.

Untuk isu seperti kesehatan mental, digital listening tools seperti Ripple10 dapat mendeteksi tren percakapan yang bernada stres, putus asa, bahkan sinyal ancaman bunuh diri. Pemerintah bisa bertindak bukan hanya saat krisis meledak, tapi saat bara mulai menyala.

Digital listening tools memberi kepekaan yang tak bisa dibaca dari data statistik biasa. Ia menangkap denyut emosi kolektif. Pemerintah seharusnya tak hanya responsif, tapi juga antisipatif. Dan untuk itu, teknologi adalah sahabat terbaiknya.

Kesehatan Mental Tak Butuh Simpati, Tapi Aksi

Kesehatan mental tak lagi hanya bisa ditangani dengan pendekatan konvensional saja. Di era digital, krisis psikologis hadir pula dalam wujud digital. Dalam kondisi seperti itu, yang dibutuhkan bukan hanya kehadiran psikolog, tetapi juga digital listening tools. Ripple10 hadir bukan sekadar alat pemantau, melainkan jembatan komunikasi yang lebih manusiawi dalam memahami suara rakyat sebelum mereka sempat mengetuk. Saatnya pemerintah mengubah paradigma, dari hanya merespons menjadi benar-benar mendengarkan.